AMBON,POJOKMALUKU.COM – Pemerintah telah mengumumkan kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) untuk produk tembakau, termasuk rokok konvensional dan elektrik, yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Kebijakan
ini dirancang untuk menekan konsumsi tembakau sekaligus meningkatkan penerimaan negara.
Di tengah langkah ambisius ini, muncul berbagai pertanyaan, sejauh mana kebijakan ini dapat mencapai tujuan kesehatan dan ekonomi yang diharapkan, atau justru menciptakan tantangan
baru yang tak terduga ? Melalui kenaikan HJE, pemerintah menunjukkan komitmennya untuk mengurangi prevalensi merokok, terutama di kalangan anak muda dan kelompok rentan.
Penyesuaian harga pada hampir semua produk tembakau, termasuk peningkatan hingga 22,03% pada rokok elektrik
cair sistem terbuka, diharapkan dapat menurunkan daya beli masyarakat terhadap produk tembakau. Dampaknya diharapkan signifikan, terutama untuk menekan angka penyakit yang
berkaitan dengan rokok seperti kanker paru-paru dan penyakit kardiovaskular.
Konsumsi tembakau yang tinggi telah lama menjadi salah satu beban kesehatan utama di Indonesia, dengan konsekuensi besar bagi sistem kesehatan nasional.
Namun, di sisi lain, kebijakan ini memunculkan tantangan sosial dan ekonomi yang tidak dapat
diabaikan. Rumah tangga berpenghasilan rendah, yang sering kali mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk membeli rokok, berpotensi mengalami tekanan ekonomi yang lebih besar. Ketergantungan pada rokok tidak hanya menjadi ancaman bagi kesehatan, tetapi juga memperburuk keseimbangan keuangan keluarga, yang pada akhirnya dapat meningkatkan ketimpangan sosial.
Selain itu, sektor industri tembakau, yang menjadi salah satu kontributor
penting dalam perekonomian dan lapangan kerja di Indonesia, akan menghadapi tantangan besar. Penurunan permintaan akibat kenaikan harga diperkirakan akan memengaruhi produksi dan pendapatan pekerja di industri ini, khususnya di daerah-daerah yang bergantung pada tembakau sebagai komoditas utama. Kenaikan harga produk tembakau juga menimbulkan risiko meningkatnya peredaran rokok ilegal.
Harga rokok resmi yang lebih tinggi mendorong konsumen untuk beralih ke produk tanpa cukai yang lebih murah, yang tidak hanya merusak efektivitas kebijakan, tetapi juga mengurangi pendapatan negara. Fenomena ini menjadi ancaman serius yang membutuhkan pengawasan pasar yang lebih ketat, termasuk upaya kolaboratif antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat untuk menekan peredaran produk ilegal. Untuk mencapai keberhasilan, kebijakan ini memerlukan pendekatan yang komprehensif.
Langkah seperti edukasi kesehatan yang masif dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya di kalangan remaja, tentang risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh rokok.
Pendapatan yang diperoleh dari kenaikan HJE sebaiknya dikelola secara transparan dan dialokasikan untuk memperkuat program kesehatan masyarakat, termasuk pengendalian penyakit tidak menular dan peningkatan akses layanan kesehatan di wilayah terpencil. Selain itu, penguatan pengawasan terhadap distribusi dan penjualan produk tembakau ilegal harus
menjadi prioritas untuk memastikan kebijakan ini berjalan sesuai harapan.
Pada akhirnya, kenaikan HJE merupakan langkah strategis yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan memperbaiki keberlanjutan sistem kesehatan
Indonesia. Namun, untuk memastikan keberhasilannya, kebijakan ini membutuhkan pengelolaan yang cermat dan strategi pelengkap yang terintegrasi, yang mampu menjawab berbagai tantangan sosial, ekonomi, dan operasional yang mungkin timbul. Jika dilakukan dengan baik, kebijakan ini dapat menjadi dasar untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang lebih sehat dan tangguh di masa depan.
Oleh : Semoel L. Samsu
Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Maju
Discussion about this post