AMBON,POJOKMALUKU.COM – Sejumlah karyawan di salah satu perusahaan retail ponsel di Kota Ambon menyampaikan keluhan terkait dugaan praktik pungutan liar (pungli) dan pemerasan yang diduga dilakukan oleh pihak manajemen.
Salah satu karyawan berinisial MS mengatakan, manajemen memberlakukan aturan denda bagi karyawan yang tidak hadir dalam rapat maupun yang terlambat. Denda sebesar Rp100 ribu dikenakan jika tidak hadir tanpa alasan, sedangkan keterlambatan dikenai Rp10 ribu per 10 menit dan berlaku kelipatan.
“Setiap ada rapat, kami diwajibkan hadir. Kalau tidak, maka wajib bayar denda Rp100 ribu. Kalau terlambat, per 10 menit dendanya Rp10 ribu,” ungkap MS kepada wartawan saat ditemui, Senin (22/9/2025).
MS menuturkan, denda tersebut bisa dilipatgandakan apabila tidak segera dibayarkan, bahkan disertai ancaman Surat Peringatan (SP).
Ia juga mengeluhkan tidak adanya transparansi terkait pengelolaan uang denda tersebut.
“Kami bingung, uang denda itu tidak pernah dijelaskan untuk apa. Tidak ada transparansi uang masuk dan keluar berapa besarannya,” ujarnya.
Selain aturan denda, MS juga menyoroti soal jam kerja lembur yang tidak sesuai kontrak.
Menurutnya, meskipun karyawan sering diminta bekerja hingga larut malam, perusahaan tidak pernah memberikan kompensasi lembur sebagaimana mestinya.
“Kami sering lembur tapi tidak dibayar. Padahal waktu dan tenaga kami terkuras,” tambahnya.
Atas berbagai persoalan ini, MS mengaku telah melaporkan dugaan pungli dan pemerasan tersebut ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Maluku untuk mendapatkan kejelasan.
Manajemen Beri Penjelasan

Menanggapi tudingan tersebut, pihak perusahaan yang diwakili ABD menegaskan bahwa kebijakan denda bukanlah bentuk pungli, melainkan hasil kesepakatan bersama seluruh karyawan.
“Kalau untuk aturan ini, semuanya berdasarkan musyawarah, komitmen bersama. Tidak ada yang diputuskan sepihak. Denda ini dibuat untuk mendisiplinkan karyawan, khususnya jika tidak hadir rapat tanpa konfirmasi,” jelas ABD.
Ia menjelaskan, uang denda yang terkumpul tidak digunakan untuk kepentingan pribadi, melainkan dikelola bendahara untuk kebutuhan bersama, termasuk bakti sosial dan kegiatan internal perusahaan.
“Uangnya dipakai untuk kegiatan bersama, misalnya membantu karyawan yang sakit atau acara peringatan 17 Agustus lalu. Jadi tidak benar kalau dibilang dipakai untuk pribadi,” tegasnya.
ABD juga membantah adanya penggandaan denda bagi karyawan yang telat membayar. “Kalau ada informasi denda dilipatgandakan, itu tidak benar. Kita hanya menagih komitmen dari karyawan, dan banyak juga yang sampai sekarang belum membayar denda, tapi kami tidak memaksa,” katanya.
Terkait tuduhan lembur yang tidak dibayar, ABD menegaskan pihaknya tidak menerapkan kebijakan lembur resmi.
Ia menyebut tambahan jam kerja hanya diberlakukan untuk menutupi keterlambatan masuk kerja, bukan untuk kepentingan perusahaan semata.
“Kalau karyawan telat masuk, biasanya mereka diminta menutupinya dengan tambahan jam kerja, itu bukan lembur. Justru dengan tambahan waktu itu mereka bisa mengejar target penjualan yang nantinya juga berdampak pada insentif mereka,” jelas ABD.
ABD menambahkan, perusahaan membuka ruang diskusi apabila ada karyawan yang tidak sepakat dengan aturan yang berlaku.
“Kalau ada karyawan yang tidak setuju, kita bisa rundingkan lagi. Yang penting, semua berjalan berdasarkan kesepakatan,” pungkasnya.(PM-02)

Discussion about this post