LANGGUR,POJOKMALUKU.COM – Aroma busuk penyalahgunaan Dana Desa kembali menyeruak dari Ohoi Denwet, Kecamatan Kei Kecil Timur Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara.
Warga menuding, anggaran tahun 2021 yang seharusnya menjadi penopang pembangunan, justru menguap tanpa jejak sementara laporan keuangan tetap rapi disusun seolah semuanya berjalan mulus.
“Dalam laporan ada kegiatan, tapi di lapangan kosong melompong. Tak ada tanda-tanda pekerjaan apa pun,” ujar Ahmad Rumaf, warga Denwet, dengan nada kecewa,kepada wartawan,Senin (13/10/2025).
Ahmad menguraikan, tercatat ada biaya pemeliharaan sarana prasarana pemuda senilai Rp36 juta serta belanja bibit perikanan Rp38 juta, namun warga tak pernah melihat hasilnya. “Uangnya entah ke mana,” tanya Ahmad.
Ironisnya, dugaan penyelewengan ini bukan cerita baru. Sejak 2020 masyarakat telah melaporkan kejanggalan serupa ke pihak kejaksaan, namun laporan itu seperti hilang ditelan gelapnya birokrasi.
Tahun ini, warga kembali menempuh jalur hukum, melayangkan laporan resmi ke Polres Maluku Tenggara, ditembuskan ke Kejaksaan, Inspektorat, Dinas PMD, dan Bupati Maluku Tenggara.
Namun publik bertanya-tanya, mengapa semua lembaga ini seperti diam membisu?.
Ketua Badan Saniri Adat (BSA) Ohoi Denwet, Gani Rumaf, membenarkan tengah menerima informasi ini dan menindak lanjutinya dengan laporan resmi. Dan ia memastikan masyarakat tidak tinggal diam.
“Kami sudah laporkan secara resmi sejak Agustus 2025, dan terus berkoordinasi agar kasus ini tidak menguap seperti sebelumnya,” ujarnya.
“Kami menunggu kepastian, tapi hasil audit Inspektorat belum juga diumumkan. Seolah ada yang sengaja menutup-nutupi,” tambah Gani.
Lebih jauh, Gani menuding Kepala Ohoi Denwet bersikap tertutup dan arogan. Alih-alih menjawab aspirasi rakyatnya, sang kepala desa disebut-sebut malah menantang warga.
“Beliau bilang, kalau tidak senang dengan kebijakannya, silakan pindah ke desa lain. Pernyataan itu disampaikan langsung di forum umum! Ini jelas pelecehan terhadap rakyatnya sendiri,” ungkap Gani geram.
Sikap seperti itu, menurut warga, mempertegas bahwa transparansi di Denwet telah mati. Dana publik yang seharusnya menjadi nadi pembangunan justru berubah menjadi sumber kecurigaan dan ketegangan sosial.
Kini, masyarakat dan BSA menuntut penegakan hukum yang nyata, bukan janji di atas kertas. Mereka menyebutka. bahwa setiap rupiah dana desa adalah hak rakyat yang tak boleh dipermainkan.
“Kami tidak minta lebih, hanya keadilan dan keterbukaan. Dana desa harus digunakan untuk membangun Ohoi Denwet, bukan memperkaya segelintir orang,” tegas Gani Rumaf menutup keterangannya.
Sementara itu, publik kini menanti,apakah aparat penegak hukum berani membongkar kebenaran di balik laporan keuangan Ohoi Denwet, atau lagi-lagi memilih diam?.(PM-Dewi)
Discussion about this post