MASOHI,POJOKMALUKU.COM – Gugatan keluarga ahli waris Frans Lokolo atas lahan kota Masohi akhirnya berjalan. Sidang perdana pun berjalan hingga, berujung pada proses mediasi yang digelar Pengadilan Negeri Masohi,Rabu (2/10/2024).
Sidang mediasi yang dipimpin hakim pengadilan negeri Masohi,kabarnya berjalan lancar. Hanya saja, dari setidaknya 6 pihak yang tergugat dalam kasus yang ditengarai belum tuntas 1957 sejak, kota Masohi itu, terdapat dua pihak lainnya Mangkir. Mereka masing masing, DPRD Malteng dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Kepada wartawan, Supriadi, Kuasa hukum keluarga Lokolo prinsipnya mengapresiasi langkah mediasi yang dilakukan pengadilan negeri Masohi. Dia menghimbau para pihak tergugat yang tidak hadir dapat menghargai proses mediasi itu.
“Sebelumnya kami mengapresiasi proses mediasi yang dilakukan pengadilan negeri Masohi hari ini. Kami berharap para pihak yang belum hadir dapat menghargai proses ini,sebab banyak sekali solusi yang dapat diselesaikan secara baik diluar gugatan yang ada,”tandasnya.
Dikatakan solusi mediasi adalah alternatif yang paling tepat untuk menyelesaikan gugatan tanah hak milik keluarga Frans Lokolo.
“Kami memang belum menawarkan solusi kami. Namun ini kami sampaikan,solusi alternatif sebelum sidang sesuai gugatan kami itu jauh lebih mudah atau lebih kecil dari nilai ganti rugi yang ada di dalam gugatan. Sehingga jika hal ini disepakati, kami pastikan akan memberikan banyak kemudahan untuk menuntaskan masalah ini,”urainya.
Sebelumnya diberitakan keluarga Lokolo Masyarakat hukum adat negeri Amahai Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) kembali menggugat penguasaan lahan kota Masohi.
Upaya hukum yang dipastikan akan kembali didaftarkan di pengadilan negeri Masohi dalam waktu paling lambat Senin pekan depan itu, menyasar sekitar 7 pihak. Ironisnya para pihak itu termasuk pemerintah Malteng, DPRD serta mantan wakil bupati Malteng Marlatu Leleury. Sedangkan 4 pihak lainnya,masing masing PT PLN, Kantor Komisi Pemilihan Umum, Kantor Badan Pertanahan Malteng dan kantor Badan Pusat Statistik Malteng.
Kepada wartawan di Masohi,Sufriadi kuasa hukum keluarga Lokolo menyebutkan gugatan yang akan dilayangkan pihaknya itu memang bukan kali pertama. Sebelumnya, telah dua kali kliennya menggugat penguasaan lahan adat milik mereka.
“Perjuangan keluarga Lokolo atas penguasaan lahan sejumlah pihak diatas lahan adat mereka memang bukan kali pertama. Sebelumnya sudah dua kali upaya itu dilakukan. Pertama pada tahun 2013 dan 2017 lalu. Namun saat itu putusan pengadilan NO. Hal itu akibat materi gugatan masih terdapat kekurangan,”jelasnya.
“Jadi berdasarkan pengalaman itu,kami kembali melayangkan gugatan yang insya Allah akan kami daftarkan paling lambat,Senin pekan depan,”tandasnya di Masohi,Kamis (12/9).
Sufriadi yang saat itu didampingi, Josias Lokolo, salah satu ahli waris tanah adat itu mengakui lahan milik keluarga Lokolo yang diperoleh secara turun temurun itu seluruh luasannya sekitar 30 hektar lebih,yang sampai dengan saat ini berada dalam penguasaan sejumlah pihak,sala satunya pemerintah kabupaten Malteng.
Terhadap hal itu pihaknya juga telah melakukan identifikasi dan hanya melayangkan gugatan kepada kurang lebih 6-7 hektar lahan.
“Lahan adat milik klien kami ini tergolong sangat luas dari sejumlah keluarga lain di negeri Amahai yang juga masih dalam penguasaan pihak lain. Ada kurang lebih sekitar 30 hektar lahan yang masih dalam penguasaan pemerintah kabupaten Malteng dan sejumlah pihak. Namun kami memfokuskan gugatan kali ini hanya pada 7 pihak, dengan luasan sekitar 6-7 hektar lahan yang dikuasai tanpa dasar hingga saat ini,”ungkapnya.
Dia mengatakan penguasaan lahan milik keluarga Lokolo dimulai sejak kota Masohi diresmikan pada tahun 1957 lalu. Namun demikian sampai dengan tahun ini kurang lebih sekitar 66 tahun, Janji ganti rugi lahan oleh pemerintah kabupaten, tidak pernah dituntaskan. alhasil, telah terjadi penguasaan oleh pihak lain,hingga praktek jual beli yang berdampak pada kerugian sangat besar bagi pemilik lahan.
“Belajar pada pengalaman sebelumnya,serta mempertimbangkan banyak faktor, salah satunya layanan publik dan proses aktivitas pemerintahan, kami tidak menggugat semua pihak yang menguasai lahan klien kami. Gugatan kali ini akan fokus pada beberapa pihak yang dirasakan sangat penting harus bertanggung jawab atas masalah ini,salah satunya Pemerintah kabupaten Malteng,”ujarnya.
Lebih jauh Sufriadi menjelaskan pihaknya mengantongi alat bukti yang tervalidasi memiliki kekuatan hukum yang kuat untuk menggugat penguasaan lahan milik keluarga Lokolo.
“Kami punya alat bukti kesepakatan tahun 1959 dan bukti lain berupa dokumen batas batas tanah yang sedang dikuasai para pihak itu pada 19 September 1986 serta bukti lain tentang sejarah kota Masohi yang mengulas lahan atau tanah milik keluarga Lokolo, yang dikuasai para pihak itu sampai sekarang,”cetusnya.
Secara ringkas Sufriadi menjelaskan lahan 7 hektar yang menjadi fokus gugatan pihaknya itu berada di dua lokasi. Yakni 20 hektar di dusun Aleruno saat ini wilayah kelurahan Namaelo,5 hektar lainnya di wilayah kelurahan Namasina yang dulunya dikenal dengan nama Dusun Nama.
“Kita fokus pada dua area dengan jumlah luas 20 hektar dan 5 hektar. Meski secara umum jumlah luasan yang ada dalam penguasaan banyak pihak namun kami fokuskan pada 7 hektar dengan 7 pihak yang akan kami gugat,salah satunya adalah pemerintah kabupaten Malteng dan DPRD,PLN serta beberapa lainnya termasuk mantan wakil bupati Malteng Marlatu Leleury,”tutup Sufriadi. (PM-TIM).
Discussion about this post