JAKARTA,POJOKMALUKU.COM – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku melakukan konsultasi ke Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) di Jakarta, Selasa (28/10), guna membahas sejumlah persoalan pertanahan di daerah, khususnya terkait tanah-tanah bekas Eigendom Verponding yang hingga kini belum memiliki kejelasan status hukum.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Provinsi Maluku Akmal Soulisa mengatakan, konsultasi tersebut dilakukan sebagai langkah tindak lanjut atas banyaknya laporan masyarakat terkait status tanah bekas eigendom di wilayah Kota Ambon dan sekitarnya.
“Kami datang ke BPN RI untuk mendapatkan penjelasan resmi terkait status hukum dan data tanah-tanah bekas Eigendom Verponding di Maluku. Masih ada sejumlah bidang tanah yang hingga kini belum memiliki kejelasan, padahal persoalannya sudah berlangsung cukup lama,” ujarnya.

Akmal menjelaskan, tanah-tanah yang dimaksud antara lain tercatat dengan nomor 1132, 1054, 1436, 1204, dan 1090. Tanah-tanah tersebut merupakan warisan sistem pertanahan masa kolonial Belanda yang memberikan hak milik mutlak kepada pemegangnya. Namun sejak diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960, hak eigendom tidak lagi diakui dan seharusnya dikonversi menjadi hak atas tanah sesuai ketentuan hukum nasional.
“Permasalahan utama adalah belum adanya kejelasan apakah tanah-tanah tersebut sudah dikonversi sesuai ketentuan UUPA atau masih tercatat sebagai tanah eigendom. Akibatnya, muncul berbagai persoalan hukum dan sosial, bahkan ada dugaan penguasaan oleh pihak tertentu tanpa dasar hukum yang sah,” katanya menambahkan.
Ia menilai, ketiadaan kepastian hukum atas tanah-tanah tersebut berpotensi memunculkan sengketa dan tumpang tindih kepemilikan, serta menghambat pemanfaatan lahan untuk kepentingan pembangunan daerah.
Selain itu, arsip dan dokumen verponding terkait tanah-tanah tersebut belum sepenuhnya terdigitalisasi dan sulit diakses oleh pemerintah daerah maupun DPRD, sehingga menyulitkan proses verifikasi dan pengawasan.
“Kami mendorong BPN RI untuk segera melakukan klarifikasi dan koordinasi dengan Kanwil BPN Maluku dan Pemerintah Daerah, agar ada langkah nyata dalam penyelesaian masalah ini,” ujarnya.

Komisi I DPRD Maluku juga merekomendasikan agar hasil klarifikasi BPN dijadikan bahan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD dan instansi pertanahan, serta melibatkan masyarakat yang terdampak secara langsung.
Selain itu, pihaknya juga mendorong BPN RI untuk membuat peta sebaran dan dokumen digital tanah-tanah eigendom di Maluku sebagai dasar pengawasan dan perencanaan tata ruang daerah.
“Kami ingin penyelesaian ini tidak berhenti di meja rapat, tapi benar-benar menghasilkan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat,” tegasnya.
Langkah ini diharapkan dapat mempercepat penyelesaian persoalan tanah bersejarah di Maluku, memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, serta mendukung pembangunan daerah yang berkeadilan dan berkelanjutan.(PM-02)











Discussion about this post