MASOHI,POJOKMALUKU.COM – Polemik sengketa perdata antara Pemerintah Negeri Horale dan Negeri Saleman kembali menghangat setelah muncul klaim menyesatkan mengenai amar putusan Mahkamah Agung (MA).
Sejumlah pihak sempat menyebut bahwa putusan perkara Horale-Saleman berstatus status quo. Namun, pernyataan tersebut langsung ditepis keras oleh Raja Negeri Horale, Andarias Patalatu.
Mahkamah Agung melalui putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 196/PK/Pdt/2012 yang telah berkekuatan hukum tetap, secara jelas menyatakan bahwa gugatan dinyatakan tidak dapat diterima. Dengan demikian, putusan yang berlaku adalah putusan kasasi Nomor 2686 K/Pdt/2009 tanggal 27 Desember 2010, yang amar putusannya menegaskan: gugatan DITOLAK.
Isu ini kembali mencuat dalam pertemuan antara Pemerintah Negeri Horale dan Pemerintah Negeri Saleman pada Senin, 25 Agustus 2025, di Pengadilan Negeri (PN) Masohi.
Pertemuan tersebut difasilitasi Kapolsek Seram Utara Barat, dengan tujuan meredam potensi konflik dan memastikan kejelasan hukum terkait perkara perdata yang telah lama menjadi polemik.
Namun, agenda yang diharapkan memberi pencerahan justru memunculkan kabar simpang siur. Dua hakim PN Masohi yang hadir dalam forum tersebut menegaskan bahwa kewenangan mereka hanya sebatas membacakan rangkaian putusan dari tingkat PN hingga kasasi, bukan memberikan interpretasi hukum terhadap amar putusan MA.
Pasca pertemuan, muncul klaim dari pihak tertentu bahwa putusan MA terkait perkara Horale-Saleman adalah status quo. Pernyataan ini sontak dibantah keras oleh Raja Negeri Horale, Andarias Patalatu.
“Setelah pertemuan ada yang menyampaikan ke media bahwa putusan perkara Horale-Saleman adalah status quo. Padahal jelas dalam amar putusan Mahkamah Agung disebutkan: gugatan ditolak, bukan status quo,” tegas Patalatu.
Lebih lanjut, ia mengingatkan agar publik tidak dicekoki informasi yang menyesatkan. Menurutnya, dalam sistem peradilan, terdapat tiga jenis putusan: gugatan tidak dapat diterima, gugatan ditolak, dan status quo. Karena itu, setiap pihak diminta jujur membaca amar putusan tanpa mengaburkan makna hukum.
“Mari kita lihat amar putusan itu dengan jernih. Apakah isinya status quo ataukah gugatan ditolak? Jawabannya jelas: gugatan ditolak. Jangan ada pihak yang menyampaikan hal berbeda, seolah ingin membelokkan fakta hukum,” pungkas Raja Horale dengan nada tegas.
Dengan demikian, polemik sengketa Horale-Saleman sejatinya sudah tuntas di ranah hukum. Yang tersisa kini adalah bagaimana kedua pihak menjalankan keputusan tersebut tanpa memelintir amar putusan untuk kepentingan tertentu.(PM-07)
















Discussion about this post